PENDIDIKAN BERBASIS ICT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
PEMBELAJARAN
ABSTRAK
Merupakan
suatu kekeliruan jika menganggap pendidikan berbasis ICT hanya menyediakan
fasilitas internet atau sekedar membagi-bagikan CD-ROM materi pembelajaran.
Pendidikan berbasis ICT harus dirancang dengan tahapan-tahapan yang jelas,
terarah, dan terukur, sehingga dapat secara signifikan meningkatkan kualitas
belajar mengajar dan mempercepat literasi teknologi informasi, serta dapat
menjadi faktor kunci kesuksesan bagi sekolah dalam bersaing.
I.
Pendahuluan
Tidak ada yang menyangka perkembangan internet akan memberikan dampak yang
sedemikian dasyat seperti saat ini. Internet
merupakan wujud kemajuan teknologi informasi dan komunikasi atau disebut juga
dengan ICT yang paling fenomenal karena mampu membawa kita pada era globalisasi,
suatu era dimana sekat-sekat geografis suatu daerah, atau negara menjadi pudar.
Tidak hanya geografis, sekat waktu-pun dihilangkan oleh Internet. Dimana dan
kapanpun, asal kita terhubung ke internet, maka kita dapat bekerja,
berkomunikasi, berinteraksi, menciptakan dan menyebarkan data, informasi, dan
pengetahuan dengan teramat sangat cepat, ke berbagai belahan dunia.
Kemajuan ICT kini telah
mengubah cara masyarakat menghabiskan waktu dan cara mengerjakan sesuatu. Spektrum
manfaatnya sangat begitu luas. Kini muncul bentuk-bentuk perubahan baru
dalam aktifitas kehidupan masyarakat sebagai dampak dari kemajuan ICT. Pada
sistem perdagangan dan ekonomi kini muncul e-commerce(dagang),
e-business, e-trading, dan e-shop. Pada sistem pemerintahan muncul e-government(pemerintahan), yang
kemudian memunculkan bentuk-bentuk baru dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pemerintahan, seperti: e-administration,
e-society, e-health(kesehatan), e-citizen, e-services, e-demokrasi, dan e-tendering atau e-procurement. Pada sistem surat-menyurat muncul e-mail. Bentuk-bentuk perubahan di atas pada
dasarnya merubah aktifitas masyarakat dalam dunia nyata ke dalam aktifitas dunia
maya (aktifitas dalam dunia internet). Banyak lagi bentuk perubahan lainnya
terjadi dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat yang dibawa oleh kemajuan ICT,
tidak terkecuali, dalam dunia pendidikan.
Dunia pendidikan termasuk yang
paling diuntungkan dari kemajuan ICT karena memperoleh manfaat yang luar biasa.
Mulai dari eksplorasi materi-materi pembelajaran berkualitas seperti literatur,
jurnal, dan buku, membangun forum-forum diskusi ilmiah, sampai konsultasi/diskusi
dengan para pakar di dunia, semua itu dapat dengan mudah dilakukan dan tanpa
mengalami sekat-sekat karena setiap individu dapat melakukannya sendiri. Dampak yang sedemikian luas tersebut telah
memberikan warna atau wajah baru dalam sistem pendidikan dunia, yang dikenal dengan berbagai istilah
e-learning, distance learning, online
learning, web based learning, computer-based learning, dan virtual class room, dimana semua
terminologi tersebut mengacu pada pengertian yang sama yakni pendidikan
berbasis ICT.
Bagi negara-negara maju, pendidikan berbasis ICT bukan hal yang baru lagi.
Mereka telah terlebih dulu dan lebih maju dalam menerapkan berbagai teknik dan
model pendidikan berbasis ICT. Indonesia
masih tergolong pemula dalam menerapkan sistem ini. Namun tidak jadi masalah,
sebagai pemula tentu kita punya kesempatan berharga untuk belajar banyak atas
keberhasilan dan kegagalan mereka sehingga penerapan pendidikan berbasis ICT di
Indonesia menjadi lebih terarah. Sebagai pemula, Pemerintah Indonesia
sudah termasuk cepat dalam menanggapi kebutuhan dunia pendidikan terhadap ICT.
Sebagai contoh, pada pendidikan tinggi (kampus), ketersediaan internet kini
semakin meluas, mulai tersedia teknologi video
conference, yang semuanya itu memberikan penguatan pada proses belajar
mengajar dikampus. Demikian juga pada pendidikan dasar, menengah dan kejuruan, Pemerintah
telah membangun situs pembelajaran e-dukasi.net, penyediaan jardiknas (meski
masih belum menyeluruh) adalah wujud nyata langkah pemerintah dalam membangun e-education pada dunia pendidikan di
tanah air.
Paparan makalah berikut ini
mencoba untuk memberikan berbagai aspek tentang pendidikan berbasis ICT,
dimulai dari hal yang mendasar yakni pengertian, kemudian dilanjutkan dengan
model pendidikan berbasis ICT, media ICT dalam pembelajaran, Komponen utama sistem
pendidikan berbasis ICT, laboratorium virtual, strategi penerapan pendidikan
berbasis ICT, dan paling akhir akan ditutup dengan suatu simpulan.
II.
Pengertian Pendidikan Berbasis ICT
Apa sesungguhnya yang disebut dengan Pendidikan Berbasis ICT? Jawaban
berikut atas pertanyaan ini semoga dapat menyamakan persepsi diantara kita
tentang pendidikan berbasis ICT.
Pendidikan berbasis ICT merupakan suatu sistem pendidikan dimana proses
belajar-mengajar berlangsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi. Dalam sistem ini interaksi antara
pengajar (guru) dan peserta (murid) tidak harus saling bertatap muka (bertemu)
secara fisik seperti halnya dalam sistem pendidikan konvensional, mereka
bertemu dalam ruang teknologi informasi (internet) dengan memanfaatkan suatu media yang
disebut komputer. Hal-hal fisik (materi pembelajaran, buku) dalam sistem
pembelajaran konvensional, berubah menjadi informasi digital pada sistem
pembelajaran berbasis ICT. Karena perubahan tersebut, karena mereka tidak harus
bertatap muka secara fisik, maka cara mengajar pengajar, dan cara belajar peserta
juga harus berubah. Pendidikan berbasis ICT akan mengubah perilaku pengajar dan
peserta ajar dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar. Pengajar dan peserta
harus sama-sama menguasai instrumen teknologi informasi dan komunikasi yang
digunakan didalam pembelajaran agar proses belajar mengajar dapat berlangsung.
Mencermati difinisi di atas, tantangan
dalam implementasi pendidikan berbasis ICT memang terasa sangat berat. Disamping karena harus mengubah cara proses
belajar mengajar pengajar dan peserta, investasi yang besar dalam menyediakan
insfrastruktur ICT yang memadai agar proses pembelajaran dapat berlangsung, juga
menjadi masalah tersendiri. Karena berat tersebut, makanya selalu ada
cerita sukses dan kisah gagal dari pengalaman-pengalaman mereka yang sudah
terlebih dulu menerapkan pendidikan berbasis ICT.
Pendidikan berbasis ICT kemudian
mengambil bentuk-bentuk yang lebih sederhana untuk mengurangi beratnya
implementasi secara murni, seperti menggunakan jaringan intranet (intranet adalah jaringan komputer lokal yang
merupakan bentuk miniatur dari internet) dan menggunakan media CD-ROM. Proses pembelajaran pada jaringan lokal intranet
memiliki karakteristik hampir sama dengan proses pembelajaran pada jaringan
internet, hanya saja dilakukan dalam satu ruangan atau dalam satu gedung atau
dalam area yang lebih luas. Pada sistem berbasis CD-ROM, materi pembelajaran
dibawa oleh murid dalam bentuk CD-ROM, kemudian dipelajari pada komputer
masing-masing.
Satu hal yang harus diingat, bentuk apapun yang diambil dari pendidikan berbasis ICT,
harus tetap mengacu pada tujuan utama yakni memperbaiki secara signifikan
kualitas belajar dan mengajar di kelas dan juga meningkatkan literasi teknologi
informasi dan komunikasi. Jangan mengembangkan sistem pendidikan berbasis
ICT sebagai optional atau karena nice to have.
Sekolah berbasis ICT memiliki cakupan yang lebih luas dari pendidikan
berbasis ICT. Kalau pada pendidikan berbasis ICT yang disasar hanya proses
belajar mengajar, maka pada sekolah berbasis ICT selain proses belajar mengajar,
ada hal-hal lain yang juga disentuh dengan ICT (lihat gambar berikut).
Sistem informasi pendidikan adalah sistem untuk mengelola data-data
pendidikan, sistem informasi administrasi mengelola data administrasi dan
keuangan sekolah, sistem informasi perpustakaan mengelola data-data buku dan
literatur di perpustakaan, dan sistem monitoring berbasis SMS adalah sistem
untuk memantau jam masuk dan pulang sekolah murid dengan memadukan teknologi
SMS dan sidik jari. Sistem monitoring sangat berguna bagi orang tua (keluarga)
murid. Semua sistem tersebut berguna untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan
sekolah dan sistem pendidikan berbasis ICT.
III.
Model Sistem Pembelajaran Berbasis ICT
Ada 2 model sistem pembelajaran berbasis ICT,
yaitu pembelajaran yang tidak sinkron (Asynchronous
learning) dan pembelajaran yang sinkron (Synchronous learning).
A.
Pembelajaran
Tidak Sinkron
Pada model tidak sinkron, proses
belajar mengajar antara pengajar dan peserta pembelajaran dilakukan pada waktu
yang berbeda. Seorang peserta dapat mengambil materi
pembelajaran pada waktu yang berbeda dengan pengajar memberikan materi
pembelajaran.
Untuk saat ini, pembelajaran tidak sinkron lebih banyak digunakan, karena:
pertama, peserta tidak harus terikat dengan waktu, peserta dapat mengambil
materi pembelajaran kapan dan dimana saja, kedua, relatif lebih mudah dan lebih
sederhana dalam implementasi, dan terakhir, dari kebutuhan sumber daya terutama
infrastruktur internet relatif lebih murah. Kekurangan model pembelajaran ini
adalah interaksi dua arah yang bersifat real
time antara pengajar dan peserta pembelajaran tidak dapat diselenggarakan,
namun demikian, meski tidak bersifat real time, model pembelajaran ini dapat
dilengkapi dengan fasilitas forum,
untuk menjaga interaktifitas antara peserta dan pengajar, atau antara peserta
dengan peserta lainnya, dalam mendiskusi berbagai topik materi pembelajaran.
B.
Pembelajaran
Sinkron
Pada model sinkron, proses
belajar mengajar dilakukan secara bersamaan, terjadi interaksi dua arah antara
pengajar dan peserta pembelajaran. Model
ini mirip dengan proses pembelajaran konvensional di kelas, oleh karena itu
model pembelajaran sinkron sering disebut virtual
classroom.Interaksi dua arah yang bersifat real time antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi teleconference
dan chatting.
Sesungguhnya model pembelajaran sinkron pada internet adalah bentuk
paling ideal dari pendidikan berbasis ICT, karena dengan model ini seorang
pengajar bisa menjelaskan materi pembelajaran dengan peserta yang tersebar di
seluruh dunia. Akan tetapi model
ini membutuhkan sumber daya yang sangat besar, terutama penyediaan
infrastruktur internet dengan bandwidth berkapasitas tinggi. Untuk saat ini,
model sinkron lebih sering digunakan pada acara-acara khusus seperti seminar.
Meskipun sulit diterapkan pada internet karena keterbatasan sumber daya,
pembelajaran sinkron dapat dilaksanakan pada satu kelas, sekolah, atau gedung
dengan memanfaatkan jaringan lokal intranet. Saat ini, jaringan intranet dapat dipilih sebagai solusi yang tepat
untuk menerapkan pembelajaran sinkron di sekolah, karena hampir semua
karakteristik pembelajaran sinkron pada internet dapat dilaksanakan pada
jaringan intranet, hanya saja dalam area yang lebih sempit.
IV. Media Pembelajaran Berbasis ICT
Beberapa media yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis ICT,
adalah:
Internet
Internet adalah media sesungguhnya
dalam pendidikan berbasis ICT, karena perkembangan internet kemudian muncul
model-model e-learning, distance
learning, web base learning, dan istilah pendidikan berbasis TI lainnya. Internet
merupakan jaringan komputer global yang mempermudah, mempercepat akses dan
distribusi informasi dan pengetahuan (materi pembelajaran) sehingga materi dalam
proses belajar mengajar selalu dapat diperbaharui. Sudah seharusnya dalam
penerapan pendidikan berbasis TI tersedia akses internet.
Saat ini wilayah Indonesia
yang terjangkau jaringan internet semakin meluas hal ini sebagai dampak dari
perkembangan yang pesat dari jaringan telekomunikasi. Mulai dari jaringan
telpon rumah/kantor, jaringan Speedy telkom, leased line ISP(Internet
service provider), sampai dengan komunikasi melalui GPRS, 3G, HSDPA dengan
memanfaatan modem GSM dan CDMA dari
provider seluler adalah sederetan teknologi yang dapat digunakan untuk akses
internet. Dengan kata lain, saat ini
tersedia banyak pilihan teknologi untuk melakukan koneksi pada jaringan global.
Intranet
Apabila penyediaan infrastruktur internet mengalami suatu hambatan, maka
intranet dapat dijadikan alternatif sebagai media pendidikan berbasis ICT.
Karakteristik intranet hampir sama dengan internet, hanya saja untuk area lokal
(dalam suatu kelas, sekolah, gedung, atau antar gedung). Model-model
pembelajaran sinkron dan tidak sinkron dapat dengan mudah dan lebih murah
dijalankan pada intranet. Sehingga dapat
disimpulkan, pada kondisi-kondisi tertentu intranet justru dapat menjadi
pilihan tepat dalam menerapkan pendidikan berbasis ICT.
Mobile Phone
Pembelajaran berbasis ICT juga
dapat dilakukan dengan menggunakan media telpon seluler, hal ini dapat
dilakukan karena kemajuan teknologi telpon seluler yang pesat. Seseorang bisa mengakses materi pembelajaran,
mengikuti pembelajaran melalui telpon seluler. Begitu canggihnya perkembangan
teknologi ini sampai memunculkan istilah baru dalam pembelajaran berbasis ICT yang
disebut M-learning (mobile learning).
CD-ROM/Flash Disk
Media CD-ROM atau flash disk
dapat menjadi pilihan apabila koneksi jaringan internet/intranet tidak
tersedia. Materi pembelajaran disimpan dalam media tersebut, kemudian dibuka
pada suatu komputer. Pemanfaatan media CD-ROM/flash disk merupakan bentuk
pembelajaran berbasis ICT yang paling sederhana dan paling murah.
V.
Komponen Utama dalam Pembelajaran Berbasis
ICT
Ada 2 komponen utama dalam pembelajaran
berbasis TI, yaitu Learning Management
System (LMS), dan Learning Content (LC).
A. Learning
Management System
Ada suatu ungkapan yang menyatakan
“if learning content is king, then
infrastructure (LMS) is god”.
dari ungkapan di
atas untuk menyatakan betapa pentingnya komponen LMS dalam pembelajaran
berbasis ICT.
LMS merupakan suatu sistem
komputer yang dapat diibaratkan sebagai staff administrasi yang akan mengatur
penyelenggaraan proses belajar mengajar. Berikut adalah beberapa fungsi dari
LMS:
a. Mengelola materi pembelajaran
Setiap mata pelajaran akan
memiliki materi pembelajaran. Setiap
materi pembelajaran akan dikelompokkan berdasarkan kelas (seperti kelas 1, 2,
3) dan juga semester. Pada setiap semester, materi pembelajaran akan
dikelompokkan berdasarkan pertemuan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Setiap
materi pembelajaran kemudian dapat mengalami perubahan atas dasar pergantian
kurikulum.
Kondisi di atas akan menjadi rumit ketika kita mencoba untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Bagaimana kemudian kalau ada
puluhan mata pelajaran dengan ratusan materi pembelajaran?
Bagaimana caranya agar peserta (siswa) tidak salah masuk kelas (tidak
salah mengambil materi pembelajaran)?
Bagaimana kemudian kalau
pengajar ingin menambah atau memperbaiki materi pembelajaran pada suatu
semester tertentu?
Bagaimana caranya dalam
proses belajar mengajar dapat membandingkan materi pembelajaran dari kurikulum
yang berbeda atau dari meteri tahun sebelumnya?
Dan banyak pertanyaan lainnya yang dapat membuat keadaan dalam proses belajar
mengajar berbasis ICT menjadi ruwet.
Pertanyaan-pertanyaan ruwet di atas akan menjadi begitu mudah bila proses
pembelajaran memiliki LMS. Inilah peran pertama LMS yang mampu mengelola materi
pembelajaran dan memandu pengajar dan peserta dalam proses belajar mengajar.
b.
Registrasi dan Persetujuan
LMS dapat melakukan pendaftaran para peserta pembelajaran dan melakukan
hal-hal yang bersifat persetujuan apabila ada kondisi yang membutuhkan
persetujuan dalam pembelajaran. Fungsi ini juga bermanfaat dalam membatasi
mereka yang berhak mengikuti pelajaran dengan mereka yang tidak berhak.
c.
Merekam aktifitas belajar mengajar
Peran ketiga dari LMS adalah merekam aktifitas belajar mengajar. Peran ini
akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: berapa lama, kapan mulai,
kapan berakhir proses belajar mengajar (mengakses materi pembelajaran), siapa
saja yang hadir, proses diskusi (tanya jawab) yang terjadi, dan memberikan
peringatan kepada peserta.
d. Melakukan evaluasi
Fungsi keempat LMS adalah
melakukan evaluasi terhadap proses belajar mengajar menyangkut: mengukur
kemajuan peserta antara sebelum melakukan pembelajaran dengan sesudah
pembelajaran, mengukur seberapa jauh pemahaman peserta terhadap materi, dan
atas dasar hasil evaluasi kemudian memberikan saran ke peserta untuk mengulang
kembali beberapa materi pembelajaran yang dianggap kurang. Aspek evaluasi lain
yang bisa dilakukan adalah mengukur kepuasan atau persepsi peserta terhadap
materi pembelajaran terutama dalam hal penyajian materi. Bagaimanapun ada
korelasi yang tinggi antara kemampuan daya serap peserta dengan cara penyajian
materi pembelajaran.
e. Media komunikasi
LMS dapat menjadi media komunikasi, menyampaikan pengumuman, meningkatkan
interaktifitas antara pengajar, peserta, dan pihak administrator.
f. Pelaporan
Muara akhir dari fungsi-fungsi di atas adalah pembuatan pelaporan otomatis
dan transparan menyangkut hasil dari proses belajar mengajar. Pembuatan laporan
dapat dibuat berdasarkan hak-hak akses dari komponen sekolah. Sebagai contoh
pelaporan untuk pimpinan (pihak atasan), pengajar, peserta bahkan mungkin orang
tua dapat mengakses dengan fasilitas yang berbeda-beda.
B. Learning
Content
Learning content adalah materi pembelajaran itu sendiri, yang akan
disajikan kepada peserta pembelajaran. Isi materi harus dibuat oleh mereka yang
punya kompetensi dibidangnya, tidak peduli apakah mereka memahami banyak
tentang ICT atau tidak. Setelah isi materi selesai dibuat baru kemudian
dibuatkan versi elektroniknya oleh para pengembang content (content developers) sehingga bisa dimasukkan ke
LMS.
Penyajian content harus mengandung daya tarik sehingga peserta memiliki minat
untuk membaca (memp elajari), mengandung unsur-unsur animasi, suara, video, interaktif,
dan simulasi, namun demikian harus tetap memperhatikan bandwidth dari internet atau intranet sehingga tidak terlalu lambat
tampil saat dipelajari oleh peserta. Dalam mempelajari materi, peserta harus
memiliki kontrol terhadap penyajian materi, dapat melompat dari satu topik ke
topik yang lainnya. Fasilitas forum,
chatting, dan video conference
dapat digunakan untuk menjaga interaktifitas.
VI. Virtual Laboratory
Kalau kita membicarakan tentang virtual laboratory atau laboratorium
maya, karena virtual lab merupakan
salah satu produk unggulan hasil kemajuan ICT dan laboratorium merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan.
Laboratorium adalah tempat bagi
peserta untuk melakukan praktik-praktik dari teori yang diberikan di kelas oleh
pengajar sehingga memiliki pemahaman yang lebih kuat terhadap materi yang
dipelajari. Namun mungkin karena keterbatasan dana, tidak semua sekolah bisa
memiliki lab yang memadai, atau memiliki ruang lab namun alat-alatnya sudah
tidak bisa dipakai, atau memiliki ruangan lab-nya saja, atau tidak memiliki lab
sama sekali. Bila kondisi seperti ini masih terjadi, mungkin ada baiknya kita
melirik virtual lab.
Virtual lab merupakan salah satu learning
content yang berwujud piranti lunak komputer yang dirancang agar seseorang
dapat melakukan aktifitas-aktifitas experiments
seperti halnya mereka melakukan experiments
di laboratorium sebenarnya. Ada
2 komponen penting dalam virtual lab, yaitu: simulasi dan animasi. Simulasi
bertujuan menggambarkan lingkungan nyata dalam suatu sistem. Melalui simulasi
peserta dapat melakukan percobaan dengan cara penggantian nilai
parameter-parameter, sehingga menimbulkan perilaku berbeda terhadap percobaan
yang dilakukan. Perilaku-perilaku berbeda tersebut kemudian ditampilkan melalui
animasi. Hasil-hasil percobaan juga secara otomatis dapat direkam oleh sistem
dan pada akhirnya dapat diambil sebagai pelaporan.
Virtual lab paling ideal dijalankan di internet, sehingga peserta
dapat melakukan percobaan darimana dan kapan saja. Namun demikian dapat juga dijalankan dalam
lingkungan intranet atau komputer standalone.
Dengan virtual lab gedung maupun alat
lab fisik diubah menjadi komputer dan piranti lunak virtual lab.
VII.
Strategi Pengembangan
Pendidikan Berbasis ICT
Pada bagian ini, penulis mencoba
untuk memberikan pandangan sebagai suatu strategi dalam pengembangan pendidikan
berbasis ICT. Strategi menjadi suatu yang sangat penting disini agar
pengembangan pendidikan berbasis ICT memiliki tahapan-tahapan yang jelas,
terarah, dan terukur, sehingga investasi (anggaran) besar yang dihabiskan dalam
penyelenggaraan pendidikan, dapat mencapai hasil yang optimal.
Arah pengembangan pendidikan
berbasis ICT harus tertuang dalam suatu grand
design (blue print). Pada grand design tersebut setidak-tidaknya
menyentuh atau mengatur secara jelas mengenai hal-hal berikut ini.
1.
Menentukan model
pembelajaran berbasis ICT yang akan diselenggarakan, setidaknya ada 3 model pendidikan berbasis ICT
yang dapat dikembangkan, yaitu: pertama, model pembelajaran sinkron dan tidak
sinkron berbasis internet, kedua, model pembelajaran sinkron dan tidak sinkron
berbasis intranet, dan terakhir, model pembelajaran tidak sinkron dengan
memanfaatkan CD-ROM/Flash Disk. Model-model tersebut dibuat atas dasar
ketersediaan anggaran dan kesiapan sekolah dalam melakukan pembelajaran
berbasis ICT.
2. Merancang suatu skenario berjenjang atau
bertahap dalam menerapkan pendidikan berbasis ICT. Sistem pendidikan ini tidak mungkin diterapkan secara serempak pada
seluruh sekolah, mengingat jumlah sekolah sangat banyak. Meski demikian, harus
ada suatu perencanaan dalam jangka waktu berapa tahun seluruh sekolah akan
terjangkau oleh sistem pendidikan ini. Skenario berjenjang yang dimaksud disini
adalah bertahap dalam hal jumlah sekolah dan berjenjang dalam menerapkan model
pendidikan yang digunakan. Dalam skenario berjenjang terdapat hal-hal berikut
yang harus diatur.
a.
Skenario Bertahap dalam Pemilihan Sekolah/Perguruan
tinggi
Karena penerapan pendidikan
berbasis ICT tidak dapat secara serempak dilakukan untuk seluruh sekolah/perguruan
tinggi, maka harus ada mekanisme seleksi yang jelas dan bersifat kompetisi,
dalam memilih sekolah/perguruan tinggi. Mekanisme ini penting karena: pertama, untuk mengetahui keseriusan dan
kesiapan sekolah/perguruan tinggi, kedua, untuk mengetahui model pembelajaran
yang cocok untuk suatu sekolah/perguruan tinggi. Mekanisme seleksi dapat
dilakukan atas dasar proposal self
evaluation (evaluasi diri) dan atau
proposal jenis lainnya dari sekolah/perguruan tinggi. Proposal ini berguna
untuk mengetahui kesiapan dan dukungan dari sekolah/perguruan tinggi. Proposal
tersebut kemudian dinilai, dipilih, dan bahkan bila perlu dilakukan visitasi ke
sekolah/perguruan tinggi yang terpilih. Dari seleksi ini akan dapat diketahui
sekolah/perguruan tinggi yang masuk ke dalam model 1, model2, dan model 3
(lihat poin 1 di atas).
Setidak-tidaknya ada 4 dukungan yang
dapat diberikan sekolah/perguruan tinggi terhadap pengembangan pendidikan ini,
yaitu: dukungan infrastruktur, dukungan pengembangan learning content, dukungan penyiapan tenaga administrator ICT
disekolah/Perguruan tinggi, dan dukungan percepatan penguasaan ICT dikalangan
pengajar (Guru/Dosen)
Proses seleksi di atas dilakukan
setiap tahun disesuaikan dengan ketersediaan anggaran dan sumber daya yang
lainnya.
b.
Skenario berjenjang dalam penerapan model
pendidikan
Sekolah-sekolah yang terpilih dalam mekanisme
seleksi di atas, akan terkelompok ke dalam 3 model pendidikan (lihat poin 1 di
atas). Kelompok model 1 memiliki jumlah sekolah paling sedikit, kelompok model
2 memiliki jumlah sekolah lebih banyak dari kelompok 1, dan kelompok model 3
memiliki jumlah sekolah paling banyak. Pada suatu periode tertentu (mungkin
setiap 1 tahun) kelompok-kelompok tersebut dinilai (dievaluasi). Sekolah yang
memiliki kemajuan dalam pendidikan berbasis ICT, kemudian diubah kelompokknya
ke model yang lebih tinggi.
3. Pengembangan Fundamental
Infrastructure. Komponen
yang termasuk ke dalam infrastruktur mendasar, antara lain:
a. Penyediaan media Internet/Intranet. Permasalahan utama dalam penyediaan internet
adalah memilih kanal komunikasi dan kapasistas bandwidth. Pemilihan ini sangat
terkait dengan model pembelajaran yang diselenggarakan dan ketersediaan
anggaran. Pembelajaran yang menggunakan tele-conference
tentu membutuhkan kapasitas bandwidth yang lebih tinggi dan anggaran relatif
besar. Untuk intranet, semasih jangkauan area jaringan masih dalam satu
sekolah, media komunikasi dapat menggunakan sistem peng-kabel-an.
b. Pengembangan LMS. LMS
adalah staf administrasi-nya sistem pembelajaran berbasis ICT, yang akan
mengelola jalannya proses belajar mengajar. LMS cukup dikembangkan satu untuk semua
sekolah karena karakteristiknya sama, sehingga LMS lebih tepat dikembangkan
oleh pemerintah (instansi terkait) kemudian didistribusikan ke setiap sekolah.
c. Pengembangan Learning Content dan
Website Pembelajaran. Learning content adalah isi materi
pelajaran, sedangkan situs website pembelajaran adalah tempat mem-publish learning content di internet sehingga mudah terjangkau oleh sekolah-sekolah
(sama dengan situs e-dukasi.net). Berbeda dengan materi pembelajaran
konvensional yang mungkin perubahan kurikulumnya terjadi dalam waktu 5 tahun,
materi pembelajaran pada pendidikan berbasis ICT harus selalu mengalami
pengayaan dan pembaharuan, karena disini salah satu ciri khas pendidikan ini. Disamping
dengan cara melakukan eksplorasi materi pembelajara di internet, Salah satu
pendekatan yang dapat dilakukan untuk pengayaan dan pengembangan learning content adalah meng-organize para guru yang memiliki
kompetensi di masing-masing bidang (mata pelajaran).
d. Penyiapan tools atau aplikasi komunikasi untuk mendukung proses
pembelajaran. Tools
komunikasi melipui tools untuk tele-conference, chatting, dan forum.
4. Pengembangan Virtual Laboratory. Lab maya ini harus dikembangkan secara
terus menerus baik dari segi kualitas dan kapasitas. Sengaja penulis menaruh virtual lab sebagai poin tersendiri
disini (yang seharusnya bagian dari learning
content), sebagai bentuk penekanan khusus. Keberadaan virtual lab sangat penting bagi sekolah-sekolah dan merupakan cara
singkat membangun lab dengan biaya yang jauh relatif lebih murah. Hampir semua
mata pelajaran dapat dibuatkan virtual
lab-nya. Virtual lab dapat memberikan
pemahaman yang lebih komprehensif peserta terhadap materi pelajaran.
5. Percepatan penguasaan ICT dikalangan pengajar (guru/dosen). Para pengajar harus menguasai ICT
minimal ICT yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Bila pengajar tidak
menguasai ICT, hampir dipastikan pendidikan berbasis ICT tidak akan berjalan.
6. Penyediaan Administrator ICT disekolah/perguruan tinggi. Administrator ICT disetiap sekolah
sangat dibutuhkan untuk maintenance(memelihara)
teknologi informasi di sekolah/perguruan tinggi. Teknologi internet/intranet
atau yang lainnya sewaktu-waktu dapat mengalami permasalahan. Disinilah tugas
dari seorang administrator ICT.
7. Merancang skenario Evaluasi. Evaluasi pelaksanaan sistem pendidikan berbasis ICT harus jelas dan
terukur. Evaluasi dapat dilakukan setidak-tidaknya dengan mengukur 2 hal
berikut ini.
a.
Mengukur
kepuasan peserta ajar terhadap interaksi dan cara penyajian dari komponen
pembelajaran (LMS maupun materi pembelajaran)
b.
Mengukur
hasil pembelajaran berdasarkan tingkat penyerapan peserta terhadap materi
pembelajaran.
Evaluasi juga dapat mengukur tingkat penggunaan
teknologi informasi dalam kehidupan sehari-hari terhadap pengajar dan peserta
ajar. Dari sini akan dapat diketahui pengaruh sistem pendidikan berbasis ICT
terhadap tingkat literasi teknologi informasi dikalangan sekolah/Perguruan
tinggi.
8. Pembentukkan Divisi Pendidikan Berbasis ICT. Sebagai wujud bentuk keseriusan pemerintah
dalam mengembangkan pendidikan berbasis ICT, maka pemerintah (instansi terkait)
harus membentuk divisi pusat pengembangan pendidikan berbasis ICT atau devisi
e-edukasi baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
VIII. Simpulan
Komitmen pemerintah yang tinggi dalam mewujudkan pendidikan berbasis
ICT harus diimbangi dengan strategi terstruktur, setiap tahapan harus terarah,
dan setiap hasil yang dicapai harus terukur.
Harus ada skenario berjenjang dalam penerapan model pendidikan berbasis
ICT yang didasari atas kemampuan sekolah dalam menyerap teknologi informasi. Jumlah
sekolah/perguruan tinggi yang terlibat harus bertahap, dan pemilihan sekolah/perguruan
tinggi harus bersifat kompetisi dengan mekanisme seleksi yang jelas didasari
atas komitmen sekolah yang kuat, yang dapat dilihat dari dukungan
infrastruktur, dukungan learning content, dukungan percepatan penguasaan ICT
dikalangan pengajar, dan dukungan staff administrator dari sekolah/perguruan
tinggi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar