Pages

Batman Begins - Diagonal Resize

Jumat, 30 November 2012

PENDIDIKAN BERBASIS ICT DALAM MENIGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN BERBASIS ICT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN


ABSTRAK
Merupakan suatu kekeliruan jika menganggap pendidikan berbasis ICT hanya menyediakan fasilitas internet atau sekedar membagi-bagikan CD-ROM materi pembelajaran. Pendidikan berbasis ICT harus dirancang dengan tahapan-tahapan yang jelas, terarah, dan terukur, sehingga dapat secara signifikan meningkatkan kualitas belajar mengajar dan mempercepat literasi teknologi informasi, serta dapat menjadi faktor kunci kesuksesan bagi sekolah dalam bersaing.


I.     Pendahuluan
Tidak ada yang menyangka perkembangan internet akan memberikan dampak yang sedemikian dasyat seperti saat ini. Internet merupakan wujud kemajuan teknologi informasi dan komunikasi atau disebut juga dengan ICT yang paling fenomenal karena mampu membawa kita pada era globalisasi, suatu era dimana sekat-sekat geografis suatu daerah, atau negara menjadi pudar. Tidak hanya geografis, sekat waktu-pun dihilangkan oleh Internet. Dimana dan kapanpun, asal kita terhubung ke internet, maka kita dapat bekerja, berkomunikasi, berinteraksi, menciptakan dan menyebarkan data, informasi, dan pengetahuan dengan teramat sangat cepat, ke berbagai belahan dunia.

Kemajuan ICT kini telah mengubah cara masyarakat menghabiskan waktu dan cara mengerjakan sesuatu. Spektrum manfaatnya sangat begitu luas. Kini muncul bentuk-bentuk perubahan baru dalam aktifitas kehidupan masyarakat sebagai dampak dari kemajuan ICT. Pada sistem perdagangan dan ekonomi kini muncul e-commerce(dagang), e-business, e-trading, dan e-shop. Pada sistem pemerintahan muncul e-government(pemerintahan), yang kemudian memunculkan bentuk-bentuk baru dalam penyelenggaraan dan pelayanan pemerintahan, seperti: e-administration, e-society, e-health(kesehatan), e-citizen, e-services, e-demokrasi, dan e-tendering atau e-procurement. Pada sistem surat-menyurat muncul e-mail. Bentuk-bentuk perubahan di atas pada dasarnya merubah aktifitas masyarakat dalam dunia nyata ke dalam aktifitas dunia maya (aktifitas dalam dunia internet). Banyak lagi bentuk perubahan lainnya terjadi dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat yang dibawa oleh kemajuan ICT, tidak terkecuali, dalam dunia pendidikan.

Dunia pendidikan termasuk yang paling diuntungkan dari kemajuan ICT karena memperoleh manfaat yang luar biasa. Mulai dari eksplorasi materi-materi pembelajaran berkualitas seperti literatur, jurnal, dan buku, membangun forum-forum diskusi ilmiah, sampai konsultasi/diskusi dengan para pakar di dunia, semua itu dapat dengan mudah dilakukan dan tanpa mengalami sekat-sekat karena setiap individu dapat melakukannya sendiri. Dampak yang sedemikian luas tersebut telah memberikan warna atau wajah baru dalam sistem pendidikan dunia, yang dikenal dengan berbagai istilah e-learning, distance learning, online learning, web based learning, computer-based learning, dan virtual class room, dimana semua terminologi tersebut mengacu pada pengertian yang sama yakni pendidikan berbasis ICT.

Bagi negara-negara maju, pendidikan berbasis ICT bukan hal yang baru lagi. Mereka telah terlebih dulu dan lebih maju dalam menerapkan berbagai teknik dan model pendidikan berbasis ICT. Indonesia masih tergolong pemula dalam menerapkan sistem ini. Namun tidak jadi masalah, sebagai pemula tentu kita punya kesempatan berharga untuk belajar banyak atas keberhasilan dan kegagalan mereka sehingga penerapan pendidikan berbasis ICT di Indonesia menjadi lebih terarah. Sebagai pemula, Pemerintah Indonesia sudah termasuk cepat dalam menanggapi kebutuhan dunia pendidikan terhadap ICT. Sebagai contoh, pada pendidikan tinggi (kampus), ketersediaan internet kini semakin meluas, mulai tersedia teknologi video conference, yang semuanya itu memberikan penguatan pada proses belajar mengajar dikampus. Demikian juga pada pendidikan dasar, menengah dan kejuruan, Pemerintah telah membangun situs pembelajaran e-dukasi.net, penyediaan jardiknas (meski masih belum menyeluruh) adalah wujud nyata langkah pemerintah dalam membangun e-education pada dunia pendidikan di tanah air.

Paparan makalah berikut ini mencoba untuk memberikan berbagai aspek tentang pendidikan berbasis ICT, dimulai dari hal yang mendasar yakni pengertian, kemudian dilanjutkan dengan model pendidikan berbasis ICT, media ICT dalam pembelajaran, Komponen utama sistem pendidikan berbasis ICT, laboratorium virtual, strategi penerapan pendidikan berbasis ICT, dan paling akhir akan ditutup dengan suatu simpulan.

II.  Pengertian Pendidikan Berbasis ICT
Apa sesungguhnya yang disebut dengan Pendidikan Berbasis ICT? Jawaban berikut atas pertanyaan ini semoga dapat menyamakan persepsi diantara kita tentang pendidikan berbasis ICT.

Pendidikan berbasis ICT merupakan suatu sistem pendidikan dimana proses belajar-mengajar berlangsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam sistem ini interaksi antara pengajar (guru) dan peserta (murid) tidak harus saling bertatap muka (bertemu) secara fisik seperti halnya dalam sistem pendidikan konvensional, mereka bertemu dalam ruang teknologi informasi (internet) dengan memanfaatkan suatu media yang disebut komputer. Hal-hal fisik (materi pembelajaran, buku) dalam sistem pembelajaran konvensional, berubah menjadi informasi digital pada sistem pembelajaran berbasis ICT. Karena perubahan tersebut, karena mereka tidak harus bertatap muka secara fisik, maka cara mengajar pengajar, dan cara belajar peserta juga harus berubah. Pendidikan berbasis ICT akan mengubah perilaku pengajar dan peserta ajar dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar. Pengajar dan peserta harus sama-sama menguasai instrumen teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan didalam pembelajaran agar proses belajar mengajar dapat berlangsung.

 Mencermati difinisi di atas, tantangan dalam implementasi pendidikan berbasis ICT memang terasa sangat berat. Disamping karena harus mengubah cara proses belajar mengajar pengajar dan peserta, investasi yang besar dalam menyediakan insfrastruktur ICT yang memadai agar proses pembelajaran dapat berlangsung, juga menjadi masalah tersendiri. Karena berat tersebut, makanya selalu ada cerita sukses dan kisah gagal dari pengalaman-pengalaman mereka yang sudah terlebih dulu menerapkan pendidikan berbasis ICT.

Pendidikan berbasis ICT kemudian mengambil bentuk-bentuk yang lebih sederhana untuk mengurangi beratnya implementasi secara murni, seperti menggunakan jaringan intranet (intranet adalah jaringan komputer lokal yang merupakan bentuk miniatur dari internet) dan menggunakan media CD-ROM. Proses pembelajaran pada jaringan lokal intranet memiliki karakteristik hampir sama dengan proses pembelajaran pada jaringan internet, hanya saja dilakukan dalam satu ruangan atau dalam satu gedung atau dalam area yang lebih luas. Pada sistem berbasis CD-ROM, materi pembelajaran dibawa oleh murid dalam bentuk CD-ROM, kemudian dipelajari pada komputer masing-masing.

Satu hal yang harus diingat, bentuk  apapun yang diambil dari pendidikan berbasis ICT, harus tetap mengacu pada tujuan utama yakni memperbaiki secara signifikan kualitas belajar dan mengajar di kelas dan juga meningkatkan literasi teknologi informasi dan komunikasi. Jangan mengembangkan sistem pendidikan berbasis ICT sebagai optional atau karena nice to have.
Sekolah berbasis ICT memiliki cakupan yang lebih luas dari pendidikan berbasis ICT. Kalau pada pendidikan berbasis ICT yang disasar hanya proses belajar mengajar, maka pada sekolah berbasis ICT selain proses belajar mengajar, ada hal-hal lain yang juga disentuh dengan ICT (lihat gambar berikut).



Sistem informasi pendidikan adalah sistem untuk mengelola data-data pendidikan, sistem informasi administrasi mengelola data administrasi dan keuangan sekolah, sistem informasi perpustakaan mengelola data-data buku dan literatur di perpustakaan, dan sistem monitoring berbasis SMS adalah sistem untuk memantau jam masuk dan pulang sekolah murid dengan memadukan teknologi SMS dan sidik jari. Sistem monitoring sangat berguna bagi orang tua (keluarga) murid. Semua sistem tersebut berguna untuk  meningkatkan efektifitas penyelenggaraan sekolah dan sistem pendidikan berbasis ICT.

III.   Model Sistem Pembelajaran Berbasis ICT
Ada 2 model sistem pembelajaran berbasis ICT, yaitu pembelajaran yang tidak sinkron (Asynchronous learning) dan pembelajaran yang sinkron (Synchronous learning).

A.    Pembelajaran Tidak Sinkron
Pada model tidak sinkron, proses belajar mengajar antara pengajar dan peserta pembelajaran dilakukan pada waktu yang berbeda. Seorang peserta dapat mengambil materi pembelajaran pada waktu yang berbeda dengan pengajar memberikan materi pembelajaran.

Untuk saat ini, pembelajaran tidak sinkron lebih banyak digunakan, karena: pertama, peserta tidak harus terikat dengan waktu, peserta dapat mengambil materi pembelajaran kapan dan dimana saja, kedua, relatif lebih mudah dan lebih sederhana dalam implementasi, dan terakhir, dari kebutuhan sumber daya terutama infrastruktur internet relatif lebih murah. Kekurangan model pembelajaran ini adalah interaksi dua arah yang bersifat real time antara pengajar dan peserta pembelajaran tidak dapat diselenggarakan, namun demikian, meski tidak bersifat real time, model pembelajaran ini dapat dilengkapi dengan fasilitas forum, untuk menjaga interaktifitas antara peserta dan pengajar, atau antara peserta dengan peserta lainnya, dalam mendiskusi berbagai topik materi pembelajaran.

B.     Pembelajaran Sinkron
Pada model sinkron, proses belajar mengajar dilakukan secara bersamaan, terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta pembelajaran. Model ini mirip dengan proses pembelajaran konvensional di kelas, oleh karena itu model pembelajaran sinkron sering disebut virtual classroom.Interaksi dua arah yang bersifat real time antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi teleconference dan chatting.

Sesungguhnya model pembelajaran sinkron pada internet adalah bentuk paling ideal dari pendidikan berbasis ICT, karena dengan model ini seorang pengajar bisa menjelaskan materi pembelajaran dengan peserta yang tersebar di seluruh dunia. Akan tetapi model ini membutuhkan sumber daya yang sangat besar, terutama penyediaan infrastruktur internet dengan bandwidth berkapasitas tinggi. Untuk saat ini, model sinkron lebih sering digunakan pada acara-acara khusus seperti seminar.

Meskipun sulit diterapkan pada internet karena keterbatasan sumber daya, pembelajaran sinkron dapat dilaksanakan pada satu kelas, sekolah, atau gedung dengan memanfaatkan jaringan lokal intranet. Saat ini, jaringan intranet dapat dipilih sebagai solusi yang tepat untuk menerapkan pembelajaran sinkron di sekolah, karena hampir semua karakteristik pembelajaran sinkron pada internet dapat dilaksanakan pada jaringan intranet, hanya saja dalam area yang lebih sempit.

IV.   Media Pembelajaran Berbasis ICT
Beberapa media yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis ICT, adalah:

Internet
Internet adalah media sesungguhnya dalam pendidikan berbasis ICT, karena perkembangan internet kemudian muncul model-model e-learning, distance learning, web base learning, dan istilah pendidikan berbasis TI lainnya. Internet merupakan jaringan komputer global yang mempermudah, mempercepat akses dan distribusi informasi dan pengetahuan (materi pembelajaran) sehingga materi dalam proses belajar mengajar selalu dapat diperbaharui. Sudah seharusnya dalam penerapan pendidikan berbasis TI tersedia akses internet.

Saat ini wilayah Indonesia yang terjangkau jaringan internet semakin meluas hal ini sebagai dampak dari perkembangan yang pesat dari jaringan telekomunikasi. Mulai dari jaringan telpon rumah/kantor, jaringan Speedy telkom, leased line ISP(Internet service provider), sampai dengan komunikasi melalui GPRS, 3G, HSDPA dengan memanfaatan  modem GSM dan CDMA dari provider seluler adalah sederetan teknologi yang dapat digunakan untuk akses internet. Dengan kata lain, saat ini tersedia banyak pilihan teknologi untuk melakukan koneksi pada jaringan global.

Intranet
Apabila penyediaan infrastruktur internet mengalami suatu hambatan, maka intranet dapat dijadikan alternatif sebagai media pendidikan berbasis ICT. Karakteristik intranet hampir sama dengan internet, hanya saja untuk area lokal (dalam suatu kelas, sekolah, gedung, atau antar gedung). Model-model pembelajaran sinkron dan tidak sinkron dapat dengan mudah dan lebih murah dijalankan pada intranet. Sehingga dapat disimpulkan, pada kondisi-kondisi tertentu intranet justru dapat menjadi pilihan tepat dalam menerapkan pendidikan berbasis ICT.

Mobile Phone
Pembelajaran berbasis ICT juga dapat dilakukan dengan menggunakan media telpon seluler, hal ini dapat dilakukan karena kemajuan teknologi telpon seluler yang pesat. Seseorang bisa mengakses materi pembelajaran, mengikuti pembelajaran melalui telpon seluler. Begitu canggihnya perkembangan teknologi ini sampai memunculkan istilah baru dalam pembelajaran berbasis ICT yang disebut M-learning (mobile learning).

CD-ROM/Flash Disk
Media CD-ROM atau flash disk dapat menjadi pilihan apabila koneksi jaringan internet/intranet tidak tersedia. Materi pembelajaran disimpan dalam media tersebut, kemudian dibuka pada suatu komputer. Pemanfaatan media CD-ROM/flash disk merupakan bentuk pembelajaran berbasis ICT yang paling sederhana dan paling murah.

V.      Komponen Utama dalam Pembelajaran Berbasis ICT
Ada 2 komponen utama dalam pembelajaran berbasis TI, yaitu Learning Management System (LMS), dan Learning Content (LC).

A.     Learning Management System
Ada suatu ungkapan yang menyatakan
if learning content is king, then infrastructure (LMS) is god”.
dari ungkapan di atas untuk menyatakan betapa pentingnya komponen LMS dalam pembelajaran berbasis ICT.

LMS merupakan suatu sistem komputer yang dapat diibaratkan sebagai staff administrasi yang akan mengatur penyelenggaraan proses belajar mengajar. Berikut adalah beberapa fungsi dari LMS:

a.      Mengelola materi pembelajaran
Setiap mata pelajaran akan memiliki materi pembelajaran. Setiap materi pembelajaran akan dikelompokkan berdasarkan kelas (seperti kelas 1, 2, 3) dan juga semester. Pada setiap semester, materi pembelajaran akan dikelompokkan berdasarkan pertemuan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Setiap materi pembelajaran kemudian dapat mengalami perubahan atas dasar pergantian kurikulum.

Kondisi di atas akan menjadi rumit ketika kita mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

Bagaimana kemudian kalau ada puluhan mata pelajaran dengan ratusan materi pembelajaran?

Bagaimana caranya agar peserta (siswa) tidak salah masuk kelas (tidak salah mengambil materi pembelajaran)?

Bagaimana kemudian kalau pengajar ingin menambah atau memperbaiki materi pembelajaran pada suatu semester tertentu?

Bagaimana caranya dalam proses belajar mengajar dapat membandingkan materi pembelajaran dari kurikulum yang berbeda atau dari meteri tahun sebelumnya?

Dan banyak pertanyaan lainnya yang dapat membuat keadaan dalam proses belajar mengajar berbasis ICT menjadi ruwet.

Pertanyaan-pertanyaan ruwet di atas akan menjadi begitu mudah bila proses pembelajaran memiliki LMS. Inilah peran pertama LMS yang mampu mengelola materi pembelajaran dan memandu pengajar dan peserta dalam proses belajar mengajar.
b.      Registrasi dan Persetujuan
LMS dapat melakukan pendaftaran para peserta pembelajaran dan melakukan hal-hal yang bersifat persetujuan apabila ada kondisi yang membutuhkan persetujuan dalam pembelajaran. Fungsi ini juga bermanfaat dalam membatasi mereka yang berhak mengikuti pelajaran dengan mereka yang tidak berhak.
c.       Merekam aktifitas belajar mengajar
Peran ketiga dari LMS adalah merekam aktifitas belajar mengajar. Peran ini akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: berapa lama, kapan mulai, kapan berakhir proses belajar mengajar (mengakses materi pembelajaran), siapa saja yang hadir, proses diskusi (tanya jawab) yang terjadi, dan memberikan peringatan kepada peserta.
d.      Melakukan evaluasi
Fungsi keempat LMS adalah melakukan evaluasi terhadap proses belajar mengajar menyangkut: mengukur kemajuan peserta antara sebelum melakukan pembelajaran dengan sesudah pembelajaran, mengukur seberapa jauh pemahaman peserta terhadap materi, dan atas dasar hasil evaluasi kemudian memberikan saran ke peserta untuk mengulang kembali beberapa materi pembelajaran yang dianggap kurang. Aspek evaluasi lain yang bisa dilakukan adalah mengukur kepuasan atau persepsi peserta terhadap materi pembelajaran terutama dalam hal penyajian materi. Bagaimanapun ada korelasi yang tinggi antara kemampuan daya serap peserta dengan cara penyajian materi pembelajaran.
e.       Media komunikasi
LMS dapat menjadi media komunikasi, menyampaikan pengumuman, meningkatkan interaktifitas antara pengajar, peserta, dan pihak administrator.
f.       Pelaporan
Muara akhir dari fungsi-fungsi di atas adalah pembuatan pelaporan otomatis dan transparan menyangkut hasil dari proses belajar mengajar. Pembuatan laporan dapat dibuat berdasarkan hak-hak akses dari komponen sekolah. Sebagai contoh pelaporan untuk pimpinan (pihak atasan), pengajar, peserta bahkan mungkin orang tua dapat mengakses dengan fasilitas yang berbeda-beda.

B.     Learning Content
Learning content adalah materi pembelajaran itu sendiri, yang akan disajikan kepada peserta pembelajaran. Isi materi harus dibuat oleh mereka yang punya kompetensi dibidangnya, tidak peduli apakah mereka memahami banyak tentang ICT atau tidak. Setelah isi materi selesai dibuat baru kemudian dibuatkan versi elektroniknya oleh para pengembang content (content developers) sehingga bisa dimasukkan ke LMS.

Penyajian content harus mengandung daya tarik sehingga peserta memiliki minat untuk membaca (memp elajari), mengandung unsur-unsur animasi, suara, video, interaktif, dan simulasi, namun demikian harus tetap memperhatikan bandwidth dari internet atau intranet sehingga tidak terlalu lambat tampil saat dipelajari oleh peserta. Dalam mempelajari materi, peserta harus memiliki kontrol terhadap penyajian materi, dapat melompat dari satu topik ke topik yang lainnya. Fasilitas forum, chatting, dan video conference dapat digunakan untuk menjaga interaktifitas.

VI.   Virtual Laboratory
Kalau kita membicarakan tentang virtual laboratory atau laboratorium maya, karena virtual lab merupakan salah satu produk unggulan hasil kemajuan ICT dan laboratorium merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan.

Laboratorium adalah tempat bagi peserta untuk melakukan praktik-praktik dari teori yang diberikan di kelas oleh pengajar sehingga memiliki pemahaman yang lebih kuat terhadap materi yang dipelajari. Namun mungkin karena keterbatasan dana, tidak semua sekolah bisa memiliki lab yang memadai, atau memiliki ruang lab namun alat-alatnya sudah tidak bisa dipakai, atau memiliki ruangan lab-nya saja, atau tidak memiliki lab sama sekali. Bila kondisi seperti ini masih terjadi, mungkin ada baiknya kita melirik virtual lab.

Virtual lab merupakan salah satu learning content yang berwujud piranti lunak komputer yang dirancang agar seseorang dapat melakukan aktifitas-aktifitas experiments seperti halnya mereka melakukan experiments di laboratorium sebenarnya. Ada 2 komponen penting dalam virtual lab, yaitu: simulasi dan animasi. Simulasi bertujuan menggambarkan lingkungan nyata dalam suatu sistem. Melalui simulasi peserta dapat melakukan percobaan dengan cara penggantian nilai parameter-parameter, sehingga menimbulkan perilaku berbeda terhadap percobaan yang dilakukan. Perilaku-perilaku berbeda tersebut kemudian ditampilkan melalui animasi. Hasil-hasil percobaan juga secara otomatis dapat direkam oleh sistem dan pada akhirnya dapat diambil sebagai pelaporan.

Virtual lab paling ideal dijalankan di internet, sehingga peserta dapat melakukan percobaan darimana dan kapan saja. Namun demikian dapat juga dijalankan dalam lingkungan intranet atau komputer standalone. Dengan  virtual lab gedung maupun alat lab fisik diubah menjadi komputer dan piranti lunak virtual lab.

VII.          Strategi Pengembangan Pendidikan Berbasis ICT
Pada bagian ini, penulis mencoba untuk memberikan pandangan sebagai suatu strategi dalam pengembangan pendidikan berbasis ICT. Strategi menjadi suatu yang sangat penting disini agar pengembangan pendidikan berbasis ICT memiliki tahapan-tahapan yang jelas, terarah, dan terukur, sehingga investasi (anggaran) besar yang dihabiskan dalam penyelenggaraan pendidikan, dapat mencapai hasil yang optimal.

Arah pengembangan pendidikan berbasis ICT harus tertuang dalam suatu grand design (blue print). Pada grand design tersebut setidak-tidaknya menyentuh atau mengatur secara jelas mengenai hal-hal berikut ini.

1.      Menentukan model pembelajaran berbasis ICT yang akan diselenggarakan, setidaknya ada 3 model pendidikan berbasis ICT yang dapat dikembangkan, yaitu: pertama, model pembelajaran sinkron dan tidak sinkron berbasis internet, kedua, model pembelajaran sinkron dan tidak sinkron berbasis intranet, dan terakhir, model pembelajaran tidak sinkron dengan memanfaatkan CD-ROM/Flash Disk. Model-model tersebut dibuat atas dasar ketersediaan anggaran dan kesiapan sekolah dalam melakukan pembelajaran berbasis ICT.

2.      Merancang suatu skenario berjenjang atau bertahap dalam menerapkan pendidikan berbasis ICT.  Sistem pendidikan ini tidak mungkin diterapkan secara serempak pada seluruh sekolah, mengingat jumlah sekolah sangat banyak. Meski demikian, harus ada suatu perencanaan dalam jangka waktu berapa tahun seluruh sekolah akan terjangkau oleh sistem pendidikan ini. Skenario berjenjang yang dimaksud disini adalah bertahap dalam hal jumlah sekolah dan berjenjang dalam menerapkan model pendidikan yang digunakan. Dalam skenario berjenjang terdapat hal-hal berikut yang harus diatur.

a.      Skenario Bertahap dalam Pemilihan Sekolah/Perguruan tinggi
            Karena penerapan pendidikan berbasis ICT tidak dapat secara serempak dilakukan untuk seluruh sekolah/perguruan tinggi, maka harus ada mekanisme seleksi yang jelas dan bersifat kompetisi, dalam memilih sekolah/perguruan tinggi. Mekanisme ini penting karena: pertama, untuk mengetahui keseriusan dan kesiapan sekolah/perguruan tinggi, kedua, untuk mengetahui model pembelajaran yang cocok untuk suatu sekolah/perguruan tinggi. Mekanisme seleksi dapat dilakukan atas dasar proposal self evaluation (evaluasi diri)  dan atau proposal jenis lainnya dari sekolah/perguruan tinggi. Proposal ini berguna untuk mengetahui kesiapan dan dukungan dari sekolah/perguruan tinggi. Proposal tersebut kemudian dinilai, dipilih, dan bahkan bila perlu dilakukan visitasi ke sekolah/perguruan tinggi yang terpilih. Dari seleksi ini akan dapat diketahui sekolah/perguruan tinggi yang masuk ke dalam model 1, model2, dan model 3 (lihat poin 1 di atas).
           
            Setidak-tidaknya ada 4 dukungan yang dapat diberikan sekolah/perguruan tinggi terhadap pengembangan pendidikan ini, yaitu: dukungan infrastruktur, dukungan pengembangan learning content, dukungan penyiapan tenaga administrator ICT disekolah/Perguruan tinggi, dan dukungan percepatan penguasaan ICT dikalangan pengajar (Guru/Dosen)
           
            Proses seleksi di atas dilakukan setiap tahun disesuaikan dengan ketersediaan anggaran dan sumber daya yang lainnya.

b.      Skenario berjenjang dalam penerapan model pendidikan
Sekolah-sekolah yang terpilih dalam mekanisme seleksi di atas, akan terkelompok ke dalam 3 model pendidikan (lihat poin 1 di atas). Kelompok model 1 memiliki jumlah sekolah paling sedikit, kelompok model 2 memiliki jumlah sekolah lebih banyak dari kelompok 1, dan kelompok model 3 memiliki jumlah sekolah paling banyak. Pada suatu periode tertentu (mungkin setiap 1 tahun) kelompok-kelompok tersebut dinilai (dievaluasi). Sekolah yang memiliki kemajuan dalam pendidikan berbasis ICT, kemudian diubah kelompokknya ke model yang lebih tinggi. 

3.      Pengembangan Fundamental Infrastructure. Komponen yang termasuk ke dalam infrastruktur mendasar, antara lain:
a.       Penyediaan media Internet/Intranet. Permasalahan utama dalam penyediaan internet adalah memilih kanal komunikasi dan kapasistas bandwidth. Pemilihan ini sangat terkait dengan model pembelajaran yang diselenggarakan dan ketersediaan anggaran. Pembelajaran yang menggunakan tele-conference tentu membutuhkan kapasitas bandwidth yang lebih tinggi dan anggaran relatif besar. Untuk intranet, semasih jangkauan area jaringan masih dalam satu sekolah, media komunikasi dapat menggunakan sistem peng-kabel-an.
b.      Pengembangan LMS. LMS adalah staf administrasi-nya sistem pembelajaran berbasis ICT, yang akan mengelola jalannya proses belajar mengajar.  LMS cukup dikembangkan satu untuk semua sekolah karena karakteristiknya sama, sehingga LMS lebih tepat dikembangkan oleh pemerintah (instansi terkait) kemudian didistribusikan ke setiap sekolah.
c.       Pengembangan Learning Content dan Website Pembelajaran. Learning content adalah isi materi pelajaran, sedangkan situs website pembelajaran adalah tempat mem-publish learning content di internet sehingga mudah terjangkau oleh sekolah-sekolah (sama dengan situs e-dukasi.net). Berbeda dengan materi pembelajaran konvensional yang mungkin perubahan kurikulumnya terjadi dalam waktu 5 tahun, materi pembelajaran pada pendidikan berbasis ICT harus selalu mengalami pengayaan dan pembaharuan, karena disini salah satu ciri khas pendidikan ini. Disamping dengan cara melakukan eksplorasi materi pembelajara di internet, Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk pengayaan dan pengembangan learning content adalah meng-organize para guru yang memiliki kompetensi di masing-masing bidang (mata pelajaran).
d.      Penyiapan tools atau aplikasi komunikasi untuk mendukung proses pembelajaran. Tools komunikasi melipui tools untuk tele-conference, chatting, dan forum.

4.      Pengembangan Virtual Laboratory. Lab maya ini harus dikembangkan secara terus menerus baik dari segi kualitas dan kapasitas. Sengaja penulis menaruh virtual lab sebagai poin tersendiri disini (yang seharusnya bagian dari learning content), sebagai bentuk penekanan khusus. Keberadaan virtual lab sangat penting bagi sekolah-sekolah dan merupakan cara singkat membangun lab dengan biaya yang jauh relatif lebih murah. Hampir semua mata pelajaran dapat dibuatkan virtual lab-nya. Virtual lab dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif peserta terhadap materi pelajaran.

5.      Percepatan penguasaan ICT dikalangan pengajar (guru/dosen). Para pengajar harus menguasai ICT minimal ICT yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Bila pengajar tidak menguasai ICT, hampir dipastikan pendidikan berbasis ICT tidak akan berjalan.

6.      Penyediaan Administrator ICT disekolah/perguruan tinggi. Administrator ICT disetiap sekolah sangat dibutuhkan untuk maintenance(memelihara) teknologi informasi di sekolah/perguruan tinggi. Teknologi internet/intranet atau yang lainnya sewaktu-waktu dapat mengalami permasalahan. Disinilah tugas dari seorang administrator ICT.

7.      Merancang skenario Evaluasi. Evaluasi pelaksanaan sistem pendidikan berbasis ICT harus jelas dan terukur. Evaluasi dapat dilakukan setidak-tidaknya dengan mengukur 2 hal berikut ini.
a.             Mengukur kepuasan peserta ajar terhadap interaksi dan cara penyajian dari komponen pembelajaran (LMS maupun materi pembelajaran)
b.            Mengukur hasil pembelajaran berdasarkan tingkat penyerapan peserta terhadap materi pembelajaran.

Evaluasi juga dapat mengukur tingkat penggunaan teknologi informasi dalam kehidupan sehari-hari terhadap pengajar dan peserta ajar. Dari sini akan dapat diketahui pengaruh sistem pendidikan berbasis ICT terhadap tingkat literasi teknologi informasi dikalangan sekolah/Perguruan tinggi.

8.      Pembentukkan Divisi Pendidikan Berbasis ICT. Sebagai wujud bentuk keseriusan pemerintah dalam mengembangkan pendidikan berbasis ICT, maka pemerintah (instansi terkait) harus membentuk divisi pusat pengembangan pendidikan berbasis ICT atau devisi e-edukasi baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

VIII.       Simpulan
Komitmen pemerintah yang tinggi dalam mewujudkan pendidikan berbasis ICT harus diimbangi dengan strategi terstruktur, setiap tahapan harus terarah, dan setiap hasil yang dicapai harus terukur.

Harus ada skenario berjenjang dalam penerapan model pendidikan berbasis ICT yang didasari atas kemampuan sekolah dalam menyerap teknologi informasi. Jumlah sekolah/perguruan tinggi yang terlibat harus bertahap, dan pemilihan sekolah/perguruan tinggi harus bersifat kompetisi dengan mekanisme seleksi yang jelas didasari atas komitmen sekolah yang kuat, yang dapat dilihat dari dukungan infrastruktur, dukungan learning content, dukungan percepatan penguasaan ICT dikalangan pengajar, dan dukungan staff administrator dari sekolah/perguruan tinggi.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar